BAGAIMANA SEHARUSNYA KEBEBASAN KITA DALAM MENYIKAPI SEBUAH BERITA?



Sekarang sebuah berita tak hanya bisa didapat dari televisi dan koran. Banyak media lain yang bisa digunakan untuk menyampaikannya. Bukan hanya mengenai banyaknya perusahaan media itu. Tapi mengenai alat yang digunakan untuk menyampaikannya. Broadcast Whatsapp, instagram post, instastory, youtube. Setidaknya itulah yang kutahu. Dari yang kusebutkan saja, informasi dan berita tadi sudah memiliki kecepatan yang sangat luar biasa dalam proses sampainya. 

Banyaknya informasi dan berita, juga cepatnya arus sampainya informasi ke publik ini membawaku pada pertanyaan. Bagaimana publik merespon informasi dan berita tersebut? 

Kita hidup di zaman yang bebas berpendapat. Bahkan bebas dalam makna sebenarnya. Hingga akhirnya mulailah muncul pemahaman tentang cara menyikapi era yang bebas ini. Yaitu dengan cara cerdas memilah info yang ada, memfilternya, mengkonfirmasi info tersebut. Begitulah dunia ini telah bertransformasi. Tak hanya teknologi yang semakin maju. Cara berpikir, bersikap semuanya bertranformasi. 

Beberapa juga akhirnya berpegang pada kata pilihan. Derasnya arus informasi, perubahan yang tak dapat dihindari ini membawa beberapa orang pada kata pilihan. Ya. Pilihan. Memilih untuk mengambil informasi itu atau mengabaikannya. 

Setelah seseorang memilih untuk mengambilnya, biasanya akan ada saja yang mulai menyuarakan pandangan, persepsi, sikap terhadap berita atau informasi itu. Misalnya, dari berita mengenai terorisme yang muncul beberapa waktu yang lalu. Ada yang mengambilnya kemudian menyampaikan persepsinya bahwa berita terorisme adalah bentuk pengalihan isu. Seseorang yang lain lagi juga mengambilnya dan merespon dengan menyampaikan pandangannya bahwa berita terorisme adalah bentuk kegagalan pemerintah. Ada juga yang meresponnya dengan lebih berfokus pada topik terorisme itu sendiri. Menurutnya, terorisme adalah bentuk kejahatan kemanusiaan, tanpa perlu dikaitkan dengan hal apapun. 

Dari fenomena tersebut, kita dapat melihat bahwa informasi atau apapun bentuknya dapat memunculkan persepsi yang berbeda, sikap yang berbeda. Dalam ilmu psikologi, kita menyebutnya persepsi. 

Persepsi publik terhadap berita terorisme. Persepsi publik terhadap hukuman mati bagi pengedar narkoba. Persepsi publik terhadap kebijakan hukuman kebiri bagi pelaku pelecehan seksual. Dari semua fenomena yang muncul, kita cenderung meresponnya dengan persepsi masing-masing. Persepsi kita ini dipengaruhi pengetahuan, norma, value, dan beberapa hal lainnya. 

Kali ini aku akan mengganti kata persepsi tadi dengan menyebutnya dimensi. Hanya agar lebih terdengar masuk ke semua kalangan. Tidak akan mengubah makna dari persepsi tadi. 

Dalam sebuah berita atau informasi, orang cenderung melihat dari dimensi yang dia sukai. Jika orang tersebut adalah orang yang memiliki kemampuan analisis semantik, maka ia akan sangat memperhatikan kata per kata. Misalnya dalam sebuah isi berita terdapat satu kalimat petikan langsung, “oleh karena itu, kesejahteraan guru itu wajib, baik guru honorer maupun PNS,”. Dari kalimat petikan langsung ini, setiap orang dengan kebebasannya dalam memberikan persepsi, bebas melihat dari berbagai dimensi akan memberikan bermacam-macam tafsir. Ada yang melihatnya sebuah janji. Ada yang melihatnya sebuah kebaikan hati. Ada yang melihatnya sebagai bentuk simpati. 

Setelah seseorang menyampaikan persepsinya mengenai sebuah berita atau informasi tadi, maka hal yang selanjutnya adalah akan ada beberapa orang lain yang mulai menunjukkan kesamaan dalam melihatnya. Kesamaan dalam menggunakan dimensi dalam melihat berita dan informasi itu. Ada yang menunjukkan kesamaannya ini hanya ketika ngobrol pada jam makan siang atau makan malam. Ada juga yang menunjukkannya dengan membuat opini yang dituliskan di forum diskusi online. Kemudian jadilah berita lain meski berasal dari fenomena yang sama.

Berita yang muncul di awal bulan adalah kejadian terorisme, berita yang muncul di akhir bulan adalah headline-headline mengenai pendapat orang-orang tadi mengenai terorisme (dimensi yang digunakan seseorang mengenai adanya kejadian terorisme). 

Kesimpulannya adalah kita semua punya hak untuk melihat fenomena dari dimensi yang berbeda. Disini saya mengajak untuk menggunakan dimensi yang membawa kita ke pemahaman maupun keadaan yang lebih damai.

Posting Komentar

0 Komentar