SKRIPSI. Menyelesaikannya mengajarkanku tentang bertahan melawan diri sendiri. Mengerjakannya mengajarkanku pada bahasa orang lain. bukan bahasaku.

Mengerjakannya membawa pada pemahaman tentang banyak hal tapi juga membawaku pada pengakuan banyak hal yang tak bisa aku pahami. Sebagai orang yang mengaku sedang mencoba menganggap semuanya positif, maka aku akan mengganti pernyataanku sebelumnya. bukannya aku tak bisa memahaminya. Aku belum bisa memahaminya. Ianya membutuhkan lebih dari sekedar pengertian tekstual untuk dipahami.

Salah satu hal yang bahkan pengertian tekstualnya telah banyak dituliskan tapi sebanyak itu juga pengakuanku tentang kegagalanku memahaminya. Bahkan lebih dari itu. Beberapa orang menyebutnya cinta dan aku termasuk dalam beberapa orang itu.

Hingga sampai pada hari entah ke berapa saat aku mengerjakan skripsiku. Aku masih bergulat memahami bahasa orang lain untuk kubawa ke dalam bahasaku dan orang-orangku. Lalu otakku mengingat tentang percakapan orang yang mengatakan tentang komunikasi. Yang di dalamnya terdapat bahasa. Komunikasi adalah menjadikan orang lain paham atas bahasa yang kita gunakan. Entahlah orang yang bercakap menggunakan bahasa apapun.

Lalu dengan liarnya otakku kembali pada perjuanganku memahami hal-hal yang sulit itu. Ianya adalah cinta. Mungkin cinta adalah sebuah pesan yang dikemas dalam bahasa. Memahami cinta adalah memahami pesan yang terkadnung dalam bahasa itu. Bahasa itu sendiri disampaikan dalam bentuk komunikasi. Jadi memahami cinta sama saja kita berkomunikasi dengan pihak lain. Menjadikannya paham atas pesan (cinta) yang kita maksudkan.

Lihatlah. Bahkan setelah munculnya pemahaman baru ini, aku masih merasa tak memahaminya. Kenapa memahami cinta lebih sulit dari mencari nilai x dalam limit integral atau limit tak hingga.

Mengapa memahami cinta lebih sulit dari memahami maksud puisi Chairil Anwar atau Rendra? 











sumber gambar : https://i.pinimg.com/originals/06/0c/5e/060c5e3142190f8f4d896063896f544a.jpg