Beberapa hari yang lalu aku mendapatkan sebuah email. Bukan isi dari email
itu yang ku tunggu. Tapi datangnya email itu sendiri. Karena datangnya email
itu menandakan email sebelumnya telah diterima, entah diterima dengan baik atau
tidak.
Email itu berkata mewakili pemiliknya. Katanya,
“tetaplah menjadi dirimu yang sekarang.” Lalu aku mulai bertanya pada diriku.
“Aku yang sekarang?” Bukankah aku yang sekarang adalah aku yang ingin ku bunuh?
Bukankah kalimat “tetaplah menjadi dirimu yang sekarang”
menjadi salah satu kalimat nasihat yang terdengar bijak. Tapi sebelum kau
mengatakannya pada orang di depanmu akan lebih baik kau tahu dirinya yang
sekarang itu seperti siapa. Dirinya yang sekarang itu siapa.
Bayangkan kalimat “tetaplah menjadi dirimu yang
sekarang” dikatakan pada orang yang sedang membenci dirinya. Bukankah ini
fatal. Sama saja kau sedang memintanya untuk tetap menjadi dirimu yang benci
dirimu. Kau memintanya untuk terus membencinya dirinya.
Bayangkan juga kalimat “tetaplah menjadi dirimu yang
sekarang” dikatakan pada orang yang sedang berproses menjadi lebih baik. Maka
kalimat ini menjadi penguat dirinya untuk terus berproses menjadi lebih baik.
sumber gambar : https://previews.123rf.com/images/brostock/brostock1605/brostock160500015/58303555-man-waiting-for-a-flight-at-the-airport.jpg
Lihatlah? Bukankah kalimat yang sama memberi
efek yang berbeda pada situasi yang berbeda. Maka, sampaikanlah kalimat (jika itu
berbentuk nasihat)tidak hanya dengan memperhatikan makna kalimat itu, tapi juga mempertimbangkan kondisi teman bicaramu.
0 Komentar