Selamat pagi kawan sekalian. It’s Friday right? Happy Jumuah.

Hari ini ada adik tingkatku yang ujian skripsi. Kami, para mahasiswa menyebut ujian itu dengan nama “pendadaran”. Pernah pada saat masih ikut kuliah, aku mendengar ada dosen yang juga heran tentang penamaan ini. “pendadaran”. Memangnya apa yang terjadi di ruang ujian itu? Kok dinamai “pendadaran”. Apa seperti telur yang “didadar” itu juga kah? Ada perubahan tertentu yang akan didapat oleh si mahasiswa yang “didadar”?

Oh ya. Ada perubahan. Namanya sekarang jadi lebih panjang. Ada tambahan sekitar 2 atau 3 huruf. Ada juga yang lebih. Kalo adik tingkatku nanti ini, akan ada 4 huruf tambahan dibelakang namanya. Kalo dia juga akhirnya mau menuliskannya di belakang namanya. “S.Psi.”

Aku? Apa namaku sudah ada tambahan 4 huruf itu? Belum ada. Kalopun nanti ada, aku berniat untuk tidak menuliskannya di belakang namaku. Hari-hari di bulan ini dan bulan lalu adalah hari dimana aku lebih banyak memiliki kesadaran untuk mengingat dan mengerjakan skripsinya. Semalam aku membaca aitem-aitem dari skala yang kubuat. Skala itu dalam psikologi adalah alat untuk mengumpulkan data. Dalam kasusku, skala itu aku gunakan untuk mengumpulkan data penelitian skripsi.

Ada beberapa aitem yang ketika membacanya membuatku berhenti sejenak. Berpikir. “Harusnya aku menjadikan kalimat ini sebagai prinsip hidupku.” Itu yang terlintas dalam pikiranku setelah membaca kalimat dalam aitem itu.

“Keyakinan saya kepada Tuhan membantu saya dalam mengatasi tantangan di pekerjaan saya”

“Keyakinan saya terhadap adanya Tuhan menjadikan saya kuat untuk menyelesaikan masalah pekerjaan saya”

Dua kalimat itu lah yang aku maksud. Ya. Berbicara keyakinan itu adanya dalam hati. Beberapa orang lainnya akan mengatakan, keyakinan itu adanya dalam pikiran.


Photo by Rachel Martin on Unsplash

Aku sendiri memahami keyakinan itu berawal dari proses berpikir, logika, sebab akibat, hingga menemukan kesimpulan akhir yang tidak terbantahkan lagi kebenarannya. Kemudian kesimpulan itu terus dingat, dirasakan, masuk kedalam bawah sadar. Aku menyebutnya kesimpulan yang tidak terbantahkan lagi kebenarannya berakhir masuk ke dalam hati kita. Menyatu di dalamnya. Seperti itulah aku memahami sebuah keyakinan itu bekerja menyatu ke dalam diri kita.

Setelah kita berbicara tentang "bagaimana keyakinan itu datang dan bekerja masuk ke dalam diri kita". Selanjutnya adalah "kita berbicara keyakinan pada apakah itu?"

Dalam hal ini, aku menjawabnya dengan kalimat “keyakinan pada Tuhan. Keyakinan pada Allah SWT”.
 
Aku tidak tahu ada di tahap mana keyakinan pada tuhan ini bekerja dalam diri kalian. Apa dalam tahap pikiran? Mencari kebenaran adanya Tuhan? Ada sampai di hati? Meyakininya. Merasakannya.

Belajar merasakan adanya Tuhan. Meyakini Kebesarannya. Dalam hal ini, keyakinan yang juga mendasari perbuatan kita. Aku masih sering lupa untuk melakukan itu. Mendasari perbuatanku pada keyakinanku pada Tuhan. Dan, lupa jenis ini yang ingin aku lupakan.