Sudah lama aku nggak nulis dengan benar-benar menggunakan perasaan pribadi sebagai latar atau tema dari tulisan. Tulisan yang ada di blog yang terhitung dari sekitar 3 bulan lalu adalah tulisan dengan latar pikiranku. Ya. Dia lahir dari proses analisis, analogi, pemahaman baru dan nama-nama aktivitas berpikir lainnya. 

Bulan lalu, september 2018. Aku membaca salah satu tulisan blog yang membahas tentang cara-cara menjadi blogger sukses. Salah satunya adalah dengan membuat konten yang bagus. Dalam kasus sebagai blogger, konten ini adalah tulisan. Ya, memang ada juga yang menyelipkan gambar, video dan konten kreatif lainnya. Dalam tulisan blog yang aku baca saat itu membahas konten yang berupa tulisan.

Tidak mudah membuat konten tulisan yang bagus. Apalagi memenuhi tujuan “bermanfaat untuk orang lain”. Karena bermanfaat itu kata lain dari yang dibutuhkan orang. Kita cenderung tidak pernah mau untuk mencoba memahami atau hanya sekedar ingin tahu apa yang dibutuhkan orang.

Kita cenderung lebih tertarik pada diri kita masing-masing. Impian, masalah, perasaan, dan semua hal yang ada dalam diri kita sendiri. Tidak banyak ditemukan orang yang dengan tulus memahami orang lain. Impian, masalah, perasaan, dan semua hal yang ada dalam diri orang lain. Katanya, “aku tidak bisa membantu orang lain karena keadaan diri sendiri pun sekarang sulit.”

Agak nggak nyambung ya judul dengan isinya. Begitulah yang terjadi sekarang. Banyak yang nggak nyambung. Nggak cuman judul dan isi tulisan dari seorang blogger, bahkan artikel berita juga begitu. Sampai pada jabatan apa dan melakukan apa juga banyak yang nggak nyambung. 

Tulisan ini sebenernya adalah sebuah pengakuan. Yes. I’m a moody person. Orang-orang yang pernah bertemu dan berinteraksi beberapa kali denganku pasti juga mengakui itu. Sepertinya yang dilakukan salah satu orang yang mengenalku beberapa hari lalu. Mengirimkan pesan kepadaku. Menanyakan apakah aku besok ada waktu. Aku menjawabnya kenapa. Lalu beberapa jam kemudian dia membalas lagi. Mood kamu sedang dalam mode apakah?. Dan, aku jawab. I’m fine. Lalu percakapan itu berakhir. 
 

 
Yes. I’m a moody person. Tapi juga nggak sampai harus ditanya moodku lagi mode apa. Juga kalo kalian semua paham mood itu apa. Dan secepat apa itu berubah. Pertanyaan seperti itu sebenarnya tidak memerlukan jawaban. 

Ada kejadian lain lagi yang membuatku berpikir, apa seburuk itu menjadi seorang yang moody? Orang yang kukenal mengaku, dia merasa harus memikirkan beberapa kali untuk mengatakan kalo dia kangen denganku. Katanya, dia menanyakan pada dirinya sendiri. Kamu berhak kah kangen sama dia (read-aku). 

Mendengar apa yang dikatakan olehnya benar-benar membuatku berpikir, semengerikan itukah aku? Seburuk itukah aku sebagai orang yang moody? 

Terlepas dari pertanyaanku pada diri sendiri itu. Aku mengakui aku adalah orang yang moody. Yes. I’m a moody person. Dan, kalian tidak perlu sampai menanyakan pada orang yang moody “mood kamu sekarang sedang dalam mode apa?”.