Waktu masih kuliah, ada mata kuliah yang aku sudah lupa nama mata kuliah apa. Tapi, di mata kuliah itu, kita belajar soal tes-tes psikologi.

Ada salah satu tes psikologi yang mengungkap sifat-sifat orang nih. Kalau bahasa psikologi-nya sih, dalam bahasa inggrisnya disebut need.

Nah, apa itu need  ini, aku juga udah lupa ya. Maklum, dulu waktu kuliah, hobinya memaksimalkan jatah bisa bolos 3 kali.

Singkat cerita menuju judul postingan ini, salah satu need yang ada di aku, yang tinggi skornya adalah nurturance

Need ini maksudnya adalah jadi orang yang dengan nurturance tinggi cenderung ingin menolong, melindungi, mengasihi orang lain.

Kalau aku artikan ke diriku sendiri. Aku itu suka mengorbankan diri gitu untuk orang lain. Melindungi mereka, menolong mereka meski diri sendiri sebenarnya babak belur. Tapi, ya bahagia, tapi ya babak belur. Kalau pulang, sendiri, terus sadar kalau diri sendiri sakit, ya nangis juga. Mengasihani diri sendiri.

Tapi, kalau lagi mengasihani diri sendiri, ada yang minta bantuan, ya bisa bangun, pergi tuh bantu mereka.

Lucu ya. Ironi. Ya gitu deh, salah satu bagian dari diri yang terlalu jahat untuk kamu yang baik. wkwkwk. 

Oke, kita lanjutkan ceritanya, seperti di ceritaku sebelum ini soal keluh kesah jadi sales, kan di minggu lalu tuh, aku udah bulat banget keputusan mau ajuin resign abis gaji cair bulan ini.

Tapi, di sore hari setelah jeda dua hari dari aku yang sudah memutuskan mau resign. Kan, aku hari itu izin sakit ya. Ada satu teman di timku, japri gitu. Nanyain soal keadaanku, kemudian cerita tentang perasaan dia hari itu.

Lalu, secepat mood yang goes down kalau kena tolak calon customer, aku mulai goyah tuh soal keputusan resign. 

Need of nurturance-nya mendadak muncul. Meski di kasus ini, aku nggak bisa bantu secara penuh meringankan beban teman-teman di tim. Tapi, kalau aku masih di tim ini, aku merasa bisa saling berbagi tekanan kerjaannya. Iya kan? Aku sok kuat kan? Sok jadi superhero ya? Padahal, hero aja bukan. sok-sok an ditambahi kata super, ya.

Minggu ini kan minggu gajiannnya.
Dan, perasaanku sekarang masih di sok mau bisa saling berbagi tekanan kerjaan gitu.

Iya, udah mulai paham ya sama judul dari postingan kali ini.

Bertahan untuk temen-temen se-tim sepertinya bisa jadi tambahan alasan untuk si nurturance akut kayak aku ini untuk bertahan hari demi hari sampai kontrak di kerjaan ini berakhir.

Buat kamu yang baca tulisanku ini, doakan saja aku ya, bisa kuat dan sisi nurturance ini juga bisa aku pakai buat bantu dan melindungi diri sendiri.

Photo by Ali Kokab on Unsplash 

Karena, pada akhirnya, yang masih terus bertahan berasa kita adalah diri kita sendiri. 

Selamat malam, untukmu yang sedang berusaha jujur pada diri sendiri.