Semoga.....

Lucu rasanya.

Semua kalimat selalu muncul ketika tidak memegang catatan, atau jauh dari laptop.

Lalu, ketika diniatkan dan diromantisasi untuk menulis, sudah siap dengan laptop, teh hangat, segala macam camilan pun ada. Tapi, ide dan dialog-dialog hilang. Bukan sembunyi. Tapi, hilang. Tanpa jejak.

Seperti hari ini. Mungkin itulah alasan Raditya Dika, Ernest Prakasa menyarankan agar jangan meromantisasi proses menulis. Karena pada dasarnya menulis itu juga tentang membiasakan diri. 

Apalagi jika bercita-cita menulis dijadikan sebagai profesi. Menulis dijadikan cara mendapatkan penghasilan. Tentu saja, segala macam proses harus dilewati. 

Berbicara proses selalu tentang komitmen. Tentang konsisten, persisten, gigih, dan segala macam kata-kata yang biasanya ditemukan di buku-buku motivasi.

Sayangnya, proses itu tidak hanya untuk dibicarakan. Ianya adalah sesuatu yang harus dialami dan dijalani oleh masing-masing orang yang ingin mewujudkan tujuannya.

Salah satu tantangan untuk berproses di era sekarang adalah banyaknya distraksi. 

Berbagai macam sosial media dan akun-akun kreatornya sungguh mudah mengajak kita untuk tetap menikmati distraksi tersebut.

Kalimat "satu video lagi" atau "lima menit lagi" atau "satu episode lagi" terasa lebih mudah dijalani. 

Hingga, hari senin sudah datang lagi, bulan pun berganti. Bahkan, tahun pun tinggal beberapa bulan lagi. 

Sedangkan, resolusi dan to do list tidak satu pun yang tercoret rapi tanda sudah dijalani.

Kemudian, kita kembali tenggelam melihat sekian banyak konten capaian orang, dan dimulai-lah perjalanan mengasihani diri sendiri. Lebih buruk lagi, menyalahkan diri sendiri. 

Hari ini, Oktober sudah datang. Segala konten pengharapan pun berseliweran. 

Tapi, yang paling aku harapkan adalah semoga aku bisa berani memulai perjalanan berproses ini. Menjadi seperti halnya diriku yang selalu terucap dalam doa dan tulisan harapan. 

 Photo by JOHN TOWNER on Unsplash

Semoga, Oktober menjadikanku lebih berani hidup dalam harapan dan kenyataan.