SEPERTI APA BENTUK HIDUNG PEMIMPIN KAMI?


Aku menuliskan ini ketika masih di jogja. Sedang membaca buku. Lalu segera menghadap laptop untuk menuliskan ide yang terlintas di pikiranku setelah membaca kalimat dari sebuah buku.

Aku menuliskannya sambil memikirkan kehidupanku ketika berada dirumah. Rumah dalam arti tempat pulang. Rumah dimana kita mengadu rindu untuk ibu.

Di desaku, orang-orang mayoritas bermata pencaharian petani karet. Dulu. Beberapa tahun yang lalu. Ketika aku masih SMA, harga karet mahal. Perkilo hampir menyentuh harga 20 ribu. Ketika itu, kesejahteraan orang-orang di desaku terlihat sekali. Kesejahteraan yang kumaksud adalah terpenuhinya kebutuhan materi. Dari rumah, kendaraan (motor), makan, dan sejenisnya. Soal kesejahteraan non materiil, aku tak tahu. Karena aku tak melakukan wawancara pada orang-orang didesaku.

Sekarang, harga karet turun jauh dari harga ketika SMA. Bahkan bisa dikatakan stabil di harga segitu. Terakhir aku tahu harga karet itu bergerak dari 5 ribu per kilo atau paling tinggi 6 ribu per kilo. Data ini tidak valid. Karena aku hanya mendapatkannya dari cerita ibuku.

Dengan harga karet yang “hanya” segitu. Aku melihat kondisi orang-orang didesaku juga masih baik-baik saja. Para orang tua masih bisa memberangkatkan anak-anaknya untuk sekolah ke luar daerah. Masih bisa bepergian ketika lebaran (mudik-berkunjung ke rumah saudara yang tinggal di luar daerah). Semua kebutuhan pokok juga masih terpenuhi.

Aku ingin menyoroti bagian kontribusi aktif untuk kemajuan desa. Orang-orang di desaku sibuk untuk memenuhi kebutuhan pokok tadi. Ya. dengan penghasilan dari harga karet yang “hanya segitu” tadi, dan kebanyakan juga di desaku adalah buruh. Maksudnya dari sekian banyak hektar ladang karet itu yang jadi tuan itu cuman mungkin tiga atau empat orang. Dan yang bekerja ke ladangnya tadi itu orang lain. Sistem bagi hasilnya pun sepertiga dari hasil yang didapatkan. Jadi bisa dipahami kan, pada akhirnya yang mendapatkan lembar warna merah lebih banyak itu siapa. Tapi kebutuhan tetaplah harus dipenuhi. Jadilah tiap harinya fokus pada mengisi perut. Hari ini fokus mengisi perut. Lalu yang disebut hari ini tadi sudah berganti menjadi kemarin dan yang disebut besok itu sudah berganti menjadi hari ini, isi yang ada di perut itu juga sudah menjadi sampah yang artinya harus dibuang. Karena isi dalam perut yang berubah menjadi sampah tadi sudah dibuang, maka perut tadi menuntut lagi untuk diisi. Ini terus berlanjut tanpa henti. Ini sudah tersistem.

Lalu, ketika kami, orang-orang desa yang baru bisa fokus mengisi perut kami ini, ketika melihat berita di media TV lebih banyak membahas korupsi, kebijakan, pembangunan infrastruktur yang katanya dengan utang luar negeri, dan terakhir, diajak berpikir cerdas agar memilih pemimpin yang bijak, yang memikirkan rakyatnya.

Apa yang diharapkan dari kami. Dengan segala kampanye, sosialisasi yang dilakukan dengan istilah yang bahkan kami tidak mengerti karena baru kali itu juga kami mendengarnya.

Apa yang diharapkan dari kami. Memilih pemimpin yang memikirkan rakyatnya. Bagaimana pula pemimpin kami akan memikirkan rakyatnya jika bertemu kami saja belum. Melihat wujud nyata rakyatnya saja belum. Apakah rakyatnya nyata atau makhluk gaib. Apakah hidung rakyatnya nyata atau hasil modifikasi medis. Apakah rakyatnya hari ini sudah mengisi perutnya atau sudah membuang sampah di perutnya.

Bagaimana kami tahu jika pemimpin kami memikirkan kami-rakyatnya. Jika melihat wujud nyata pemimpin kami saja belum pernah. Apakah pemimpin kami seganteng/secantik seperti gambar di kaos-kaos itu, gambar di kalender itu, atau gambar di baleho itu. Apakah pemimpin kami benar secerdas seperti yang terlihat di acara yang disebut debat menjelang pilkada/pilpres itu. 

Apa yang diharapkan dari kami? Yang baru bisa mengisi perut ini. Politik itu? Apa politik bisa mengisi perut kami? Seperti apa wujud politik itu? Apa politik itu yang ada di dinding-dinding rumah kami itu ? Sebuah kalender bergambar atau sebuah kaos yang kami pakai itu? Atau baleho cantik dengan slogan yang dipasang besar di jalan utama itu?

Apa yang diharapkan dari kami ini? Yang tahu politik itu hanya sebatas tadi. Dan itu semua tidak dapat mengisi perut kami. Jadi, maaf. Kami tidak makan politik.




sumber gambar : http://www.learn-to-draw.com/images/03-draw-eyes-02-cl.jpg

Posting Komentar

0 Komentar