KKN-BUKAN-KKN

Selamat siang, boi..
 
Dua hari yang lalu, atau tiga ya...Pokoknya di minggu ini. Aku menemukan sebuat berita mengenai artis korea selatan. Dua berita yang punya kesamaan dari segi hal yang diberitakan.

Berita yang pertama. Jadi, kan di minggu ini-entah hari apa tepatnya. Di gelar acara penghargaan musik di korea sana kan. Melon Music Award kalo gak salah. Salah satu bintang tamunya dan yang bakal perform juga adalah BTS. You know them? Bukan “behind the scene” ala singkatan buat produksi film atau drama ya. BTS itu salah satu boygrup korea yang popularitas, kualitas musik, prestasinya udah tataran atas dah diantara dunia per-Kpop-an. Nah, jadi kan banyak juga tuh yang mau nonton perform mereka secara langsung dong.

Kalo misal kamu dikasih kesempatan buat nonton mereka secara langsung? Kamu mau kagak? Kalo aku sih....haha. Oke. Kita kembali ke topik aslinya ya.

Jadi, boi. Ada berita pertama tadi yang isinya adalah ada keluarga dari salah satu artis yang diundang ke acara itu ternyata ketangkep kamera lagi duduk di kursi idol-idol yang jadi tamu pas BTS perform. Jadilah itu....Beritanya keluar. Artis itu menggunakan hubungan keluarganya buat membawa itu keluarga lainnya buat ikut masuk ke venue acara itu untuk nonton BTS. Awalnya, artis itu membantah beritanya. Artisnya bilang, itu keluarganya duduk disitu cuman bentar kok. Eh...abis itu. Ada fancam lain yang nunjukin keluarga artis itu duduknya lama-lebih dari waktu yang disebut sama artis tadi.

Oke..itu berita pertama ya.

Berita keduanya adalah...Tapi boi. Aku gak baca isi beritanya. Cuman judulnya doang. Tapi dari judulnya hampir sama kayak judul berita pertama lo. Tentang adanya kemudahan untuk ketemu/nonton orang terkenal lainnya karena adanya hubungan keluarga gitu.
 


Photo by Markus Spiske on Unsplash

Kasus kayak gitu kalo di Indonesia biasanya lebih banyak disorot di area politik. Bagi-bagi kursi. Atau apa ya nyebutnya...Itu lo boi. Misal nih ya..kemaren kan abis rame CPNS tuh.. terus peserta CPNS nya ke-trima karena adanya “orang dalam”. Beberapa kasus “orang dalam”nya bukan keluarga langsung sih. Tapi, ada juga lo yang keluarga langsung.

Kasus kayak tadi itu dalam bahasa kerennya disebut KKN. Bukan kuliah kerja nyata ya. Entar pada mikirnya kesana lagi. KKN di tulisan ini merujuk ke singkatan Kolusi-Korupsi-Nepotisme. Aku tahu istilah ini pas SMP kalo gak salah inget. Yang Kolusi aku lupa definisinya apa. Yang Korupsi mah gak perlu dibilang disini definisinya ya. Tiap hari juga sering denger kalo rajin nonton TV kan. Gak perlu nonton TV deh, di ranah kepengurusan kelas anak SD SMP SMA atau kengurusan ibu-ibu PKK aja udah ada bahasan soal itu. Udah sering disebut gitu.

Nah, kalo yang nepotisme ini nih. Yang kasus adanya hubungan keluarga atau “orang dalam” tadi untuk mempermudah urusannya. Begitu, boi.

Lanjut ya..Terus urusannya sama berita artis korea tadi apa dong? Ini Indonesia, boi...

Calm down, boi. Ini aku mau lanjutin. Nah, itu di berita tadi-berita artis korea selatan- yang kasus nepotismenya kan..gimana ya...Kalo aku mau jelasin simple-nya gini. Itu tuh kayak kadang kan kita kalo di Indonesia ada tuh ngeliat emak ngajak anaknya atau bapak ngajak anaknya ke acara tertentu. Katanya, biar gak sendirian di rumah, atau di rumah gak ada yang jaga. Acaranya juga kan kadang bukan acara biasa. Upacara kemerdekaan RI tahun ini aja, cucu presiden di ajak keluar to. Itu ekstrem banget ya aku kasih contohnya. Intinya, kalo di Indonesia, kasus nepotisme soal masuk ke acara karena adanya hubungan keluarga itu kan bukan hal yang dihujat banget lah ya.

Tapi, itu di berita artis korea. Artisnya dihujat banget lo. Aku jadi mikir kan. Itu memang orang korea yang paham banget tentang nggak baiknya praktek KKN dalam ranah apapun. Atau lebih nggak rela aja gitu, kok keluarga artis itu dengan enaknya bisa nonton BTS dari deket.

Karena di Indonesia nggak gitu e. Itu yang aku nggak paham. Aku ngeliat fenomena hukum di Indonesia itu cuman buat orang yang paham hukum doang. Katanya sih “semua orang sama di mata hukum”. Tapi....ah..sudahlah. Karena gini, boi. Soal UU atau peraturan lain yang dibuat kemudian dijadikan dasar untuk menyatakan orang tersebut salah atau nggak itu. Dalam proses menyatakan orang itu benar atau salah kan dilakukan oleh orang-orang yang katanya paham hukum to. Proses itu juga adalah proses interpretasi setiap kalimat dari UU atau peraturan tadi.

Misal ya, ada pihak satu lapor tentang pencemaran nama baik setelah mendapatkan perlakuan sebelumnya. Nah, proses menyatakan bahwa perlakuan sebelumnya itu masuk ke pasal pencemaran nama baik kan melewati proses interpretasi, analisis. Gitu kan. Di proses ini riskan lo. Persepsi, background seseorang (budaya-agama-dan hal pribadi lainnya yang mempengaruhi dirinya) berpengaruh dalam proses mengartikan perlakuan sebelumnya tadi kan.

Sekarang kamu bayangin, boi. Ada kasus yang dialami oleh orang yang nggak paham gimana interpretasi dari kalimat di UU dan peraturan tadi, nggak paham analisis kasusnya. Terus pihak lawannya paham banget hal itu. Ya..udah. Siapa yang paling bisa jelasin situasinya menggunakan dasar UU tadi.

Aku ngeliat hukum di Indonesia tuh kayak gitu. Itu lah kenapa hukum di Indonesia sering disebut “tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Lha, yang diatas itu orang-orang yang bikin UU itu, katanya sih buat melindungi yang bawah, tapi pas ada kasus. Ya...Mereka yang buat, ya mereka lebih pandai dong, gimana interpretasi-maksud dari tiap pasal di UU itu.

Juga, ya boi. Bahkan orang di bawah itu nggak tahu pasal-pasal soal hukum. Ternyata ada pasal tentang pencemaran nama baik, perlakuan tidak menyenangkan, yang sekarang lagi sering kedenger-pasal penistaan agama. Orang bawah itu cukup tahu ada yang hilang, kalo nggak ketemu siapa yang ngambil, ya..udah di simpulin ilang dicuri. Kadang cuman disimpulin ilang. Udah. Gitu aja.

Kadang juga kalo orang yang nyuri ketahuan, ada yang ampe digebukin di tempat kan. Ya..itu keserhanaan orang bawah.

Karena pasal itu juga yang buat orang atas, katanya untuk melindungi orang-biar kasus digebukin di tempat-itu gak kejadian lagi. Tapi orang bawah tetep nggak tahu ternyata udah dibuat pasal-pasal soal itu. Nggak banyak yang tahu. Sesederhana itu pendapatku tentang kenapa hukum di Indonesia “tajam ke bawah tumpul ke atas”.

Posting Komentar

0 Komentar